Ada Isu Eksplorasi Minyak Bumi Dibalik Konflik Sampang
Konflik bernuansa SARA penyerangan warga penganut Syiah di Karang Gayam, Kecamatan Omben, Sampang, Jawa Timur diperkirakan tidak semata terkait masalah perbedaan keyakinan atau konflik keluarga. Namun lebih jauh ada kepentingan kapitalis dari investor proyek ladang minyak West Madura yang dimanfaatkan kelompok masyarakat tertentu yang ingin mengambil keuntungan sepihak apabila proses pembebasan lahan milik warga berlangsung lancar.
“Saya mempelajari kasus ini sejak tahun 2004 lalu, perbedaan keyakinan Syiah dan Sunni ini sudah lama. Melihat kenyataan kemaren warga diserang, rumahnya dibakar, dijarah sapi dan kebun mereka. Kemudian di pengungsian ditawarkan relokasi. Kami akhirnya sadar peristiwa ini ada grand design cukup apik antara investor dan pihak yang nota bene anti agama, tujuannya bagaimana investasi dengan murah meriah bisa masuk ke negeri Sampang. Ini kenyataan ironis tapi kami ada bukti,” papar Muhammad Hadun, Kuasa Hukum Jamaah Ahlul Bait Indonesia penganut ajaran Syiah saat mengadu ke Komisi III di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/12).
Ia menambahkan KH. Tajul Muluk selaku pimpinan pondok pesantren bersama warga penganut Syiah yang tinggal di wilayah eksplorasi sejak jauh hari telah menolak relokasi. “Jadi diciptakan chaos, murah meriah, investasi kemudian turun kerekening gendut pihak-pihak tertentu,” lanjutnya. Proses eksplorasi menguji kandungan minyak di wilayah ini menurutnya sudah dilakukan oleh Pertamina. Salah satu lokasi yang dibor adalah di lahan milik salah seorang warga Syiah bernama Sunandar. Informasi yang diperolehnya kandungan minyak yang ditemukan cukup besar.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Nasir Djamil diungkapkan pula lambannya aparat kepolisian bergerak. Padahal warga sudah melaporkan dugaan akan terjadi penyerangan dua jam sebelumnya. Hadun juga menyampaikan rasa kecewanya karena anggota DPRD setempat belum pernah menyampaikan rasa empati terhadap kasus yang menimpa warga Sampang penganut Syiah ini.
KH. Tajul Muluk yang juga Ketua Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia meminta perhatian dari Komisi III DPR RI, karena sampai hari ini warganya masih mendapat tekanan untuk pindah dari wilayah itu. “Kami sekarang dipaksa keluar dari tempat kelahiran kami, diperlakukan seperti teroris dijaga Brimob. Kami merasa tidak mendapat keadilan dalam kasus ini. Kami meminta Komisi III DPR menekan Kapolri, Pemkab supaya mereka menjalankan hukum sesuai konstitusi,” imbuhnya.
Menjawab pengaduan ini anggota Komisi III dari FPPP Kurdi Mustafa menyatakan persoalan perbedaan Syiah dan Sunni sebenarnya sudah diselesaikan oleh bangsa ini sejak lama. “Sebagai contoh di Bandung ada kampus Dr. Jalaluddin Rahmat, beliau-kan Syiah. Sejauh ini berjalan baik, harmoni bahkan anak saya kuliah disitu,” jelasnya. Ia mengusulkan sudah sepatutnya memanggil Kapolri untuk melakukan konfirmasi terkait penanganan konflik Sampang ini.
Pimpinan sidang Nasir Djamil mengingatkan dalam RDP dengan Komnas HAM telah disepakati terjadi dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang oleh aparat dalam penanganan konflik di Sampang, Madura. Terkait isu kapitalisasi eksplorasi kandungan minyak di wilayah ini, yang memanfaatkan isu perbedaan mashab dan pandangan menurutnya perlu didalami lebih jauh. “Kita berharap ada bukti yang konkrit,” ujarnya. (iky)